“Si Kaki Kosong dan Rumah di Balik Pelangi”
Di sebuah lembah berumput hijau, mirip sekali dengan dunia Teletabies, angin menari-nari membawa wangi danau yang jauh di sana. Danau Sentani, biru dan tenang seperti hati yang sudah lama tak gelisah.
Si Kaki Kosong, bocah kecil berambut kusut dengan telapak kaki selalu menyentuh tanah, duduk di atas bukit mungil. Ia menatap pelangi yang baru saja muncul setelah gerimis singkat membasahi rerumputan. Suaranya ringan, matanya jernih.
“Aku suka di sini,” katanya sambil memeluk lutut. “Rumputnya lembut. Langitnya hangat. Tapi tetap saja, aku rindu satu hal...”
Dari balik kabut tipis, muncullah bayangan seseorang. Sosok yang selalu ia pilih, bahkan saat jalan pulang tak selalu mudah. Sosok itu tersenyum, datang perlahan, tanpa banyak suara, hanya kehadiran yang hangat.
“Kenapa kamu tetap datang ke sini?” tanya si Kaki Kosong.
“Karena kamu rumahku,” jawab sosok itu.
Mereka tak berkata apa-apa lagi. Mereka hanya duduk bersama. Angin Danau Sentani menyapu pelan, membawa suara alam dan kedamaian. Si Kaki Kosong tahu, cinta bukan hanya tentang tawa dan pelukan. Tapi tentang tetap datang, meski dunia terus berubah.
Di balik pelangi, di lembah ceria tempat hati bisa bernapas bebas, kesetiaan menemukan jalannya pulang.
Posting Komentar