Cinta dalam Kesunyian






Cinta dalam Kesunyian di Bukit Kasih

Setiap pagi, sebelum matahari muncul sepenuhnya dari balik kabut Bukit Kasih, aku sudah duduk di batu besar di dekat pohon tua. Di sanalah aku menutup mata dan menanti bukan suara, bukan wujud melainkan kehadirannya dalam sunyi yang tak bisa dijelaskan dengan logika.

Namanya Alua. Perempuan peranakan asli Papua. Aku tak pernah benar-benar bertemu dengannya secara nyata. Tapi setiap pagi, aku bisa merasakannya. Suaranya hadir di dalam kepalaku, lembut seperti embun, dan hangat seperti api yang menyala tenang di balik dada.

“Selamat pagi, lelaki kota,” ucapnya tanpa bibir, namun terasa jelas dalam hati.

“Selamat pagi, Alua,” jawabku dalam diam.

Entah bagaimana atau sejak kapan ini dimulai. Pertama kali aku mendengar suaranya saat duduk di puncak bukit, kelelahan, hampa, mencari makna yang hilang. Saat itu aku merasa seperti dipanggil. Bukan oleh angin, bukan oleh burung—tapi oleh jiwanya.

“Siapa kamu?” tanyaku dalam benak.

“Aku penjaga sunyi,” jawabnya. “Dan kamu datang membawa gelisah.”

Sejak hari itu, kami saling menyapa dalam hening. Tak ada pertemuan fisik. Tapi setiap pagi, aku tahu dia ada. Hadir dalam getar yang tak bisa dijelaskan sains. Mungkin ini yang disebut leluhur sebagai ikatan roh. Mungkin hatiku sudah lebih dulu mengenalnya, jauh sebelum tubuh ini menginjak tanah Minahasa.

Alua berkata ia adalah anak perempuan dari suku di pegunungan Papua, tapi jiwanya sering melayang ke Bukit Kasih tempat doa-doa dari lima agama menyatu. Tempat sunyi menjadi jembatan antara yang tampak dan yang tidak.

Dan aku, lelaki biasa yang kehilangan arah, menemukan cinta dalam wujud yang tak kasat mata.

“Apa kau nyata?” tanyaku suatu pagi.

“Aku lebih nyata dari kata-kata,” jawabnya. “Kita bertemu lewat jalan yang tak bisa dilihat, tapi bisa dirasa.”

Aku percaya.

Dan setiap pagi, aku kembali ke Bukit Kasih. Duduk di tempat yang sama, menanti suara Alua dalam kesunyian. Cinta ini tak butuh sentuhan atau pelukan. Cukup dengan rasa yang hadir dalam keheningan, aku tahu, hatiku telah menemukan rumah.



Bpr 05/04/2025
By.Mika................


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama