Peran Mahasiswa STPK Terhadap Pendidikan Katolik Kontekstual Ditanah Papua

Peran mahasiwa STPK Jayapura terhadap Dididikan Katolik Kontekstual Ditanah Papua 

STPK ST YOHANES RASUL JAYAPURA
                Mikaeltigi01@gmail.com 


Abastrak.
Tulisan Ini Membahas Bagaimana Mahasiswa STPK St Yohanes Rasul Jayapura Ikut Membangun Pendidikan Katolik Yang Sesuai Dengan Budaya Dan Kehidupan Orang Papua. Pendidikan Katolik Yang Dibahas Adalah Pendidikan Yang Menggabungkan Ajaran Iman Katolik Dengan Nilai-Nilai Budaya Lokal. Penelitian Ini Memakai Cara Deskriptif Kualitatif, Dengan Data Yang Didapat Dari Membaca Buku, Mengamati Langsung, Pengalaman Pribadi, Dan Wawancara. Hasilnya Menunjukkan Bahwa Mahasiswa STPK Tidak Hanya Belajar Teori, Tetapi Juga Ikut Dalam Kegiatan Pelayanan, Doa, Atraksi Budaya, Dan Hidup Bersama Umat. Kegiatan-Kegiatan Ini Membantu Mahasiswa Menjadi Orang Yang Beriman, Peduli, Dan Siap Melayani. Karena Itu, Mahasiswa STPK Punya Peran Penting Dalam Meningkatkan Pendidikan Katolik Yang Dekat Dengan Kehidupan Masyarakat Papua. 

 Kata Kunci : Pendidikan Katolik, Budaya Papua, Mahasiswa STPK, Pelayanan, Iman, Pengabdian Masyarakat.

PENDAHULUAN.
1. Latar Belakang. Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei sebagai penghormatan kepada Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia yang mengajarkan bahwa pendidikan harus menjadi hak semua orang dan dapat membebaskan manusia. Peringatan ini mengajak kita semua untuk merenungkan pentingnya pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Papua yang selama ini menghadapi berbagai tantangan dalam mengakses pendidikan. STPK “Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik St. Yohanes Rasul Jayapura” berawal dari PGAK St. Stefanus yang didirikan Tahun 1979, untuk mendidik guru Agama Katolik di Papua. Karena tuntutan Pemerintah, pada 1990 “PGAK” ditutup dan dibuka kembali dengan agen program diploma kerja sama dengan IPI Malang. Program tersebut berjalan di bawah naungan atas kesetujuan Keuskupan Jayapura dan Dirjen Bimas Katolik.Lantas, sesuai perkembangan zaman dan aturan baru pendidikan, pada tahun 2007 dibuka program S1 dan lahirlah STPK “Sekolah Tinnggi Pastoral Kateketik” St. Yohanes Rasul Jayapura secara resmi. Kampus Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik ini diresmikan pada 6 September 2007 dan dikelola oleh Keuskupan Jayapura melalui Yayasan Lumen Fidei Papua. Di Papua akses dan kualitas pendidikan masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius. Terutama bagi mahasiswa yang belajar di STPK Sekolah Tinggi Pastoral Katolik. pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana iman Katolik dapat menjadi dasar untuk membangun karakter dan membentuk pribadi yang siap melayani masyarakat. Mahasiswa STPK memiliki peran penting sebagai calon pendidik dan pelayan umat yang harus mampu menjawab kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan budaya dan nilai-nilai lokal Papua. Oleh karena itu, dalam momen Hari Pendidikan Nasional, perlu diangkat peran mahasiswa STPK “Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik St. Rasul Yohanes Jayapura. Dalam membangun pendidikan Katolik yang kontekstual, yaitu pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ajaran iman, tetapi juga mampu menyentuh dan memberdayakan kehidupan masyarakat Papua secara nyata. Pendidikan seperti ini diharapkan dapat membantu memajukan bangsa melalui generasi muda yang beriman, berkarakter, dan berbudaya. Sehingga implementasi sebagai ketua sekolah supaya mampu melihat dan gandengankan setiap tanggal 2 Mei sebagai hari pendidikan guna menciptakan suatu dunia baru misalnya, mengadakan atraksi budaya dari setiap suku, lombah esai dan tulisan lain-Nya serta melibatkan debat antar kelas. Mahasiswa di STPK St. Yohanes Rasul Jayapura tidak hanya belajar teori-teori pendidikan dan iman, tetapi juga dipanggil untuk membawa terang iman Katolik ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat penting terutama di Papua, yang kaya akan budaya dan tradisi lokal. Karena itu, mahasiswa memiliki peran besar dalam membangun pendidikan yang tidak hanya berlandaskan ajaran iman Katolik, Tetapi juga menghargai dan menyatuka budaya Papua. Oleh sebab itu, penting untuk melihat bagaimana mahasiswa dapat berkontribusi secara nyata dalam menciptakan pendidikan Katolik yang kontekstual dan bermakna bagi masyarakat sekitar.

2. Perumusan Masalah. 

Bagaimana cara mahasiswa STPK St. Yohanes Rasul Jayapura dididik agar bisa ikut membangun pendidikan Katolik yang sesuai dengan kehidupan orang Papua?

Kegiatan nyata apa saja yang dilakukan mahasiswa untuk mewujudkan pendidikan Katolik yang dekat dengan budaya dan kebutuhan masyarakat? 

Bagaimana peran mahasiswa STPK bisa membantu meningkatkan kualitas pendidikan Katolik di Tanah Papua? 

  3. Tujuan Penulisan. 

Menjelaskan bagaimana mahasiswa STPK St. Yohanes Rasul Jayapura dibina supaya bisa ikut membangun pendidikan Katolik yang sesuai dengan budaya dan kenyataan hidup orang Papua. Menunjukkan contoh nyata keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan pengabdian, doa, seni, dan hidup bersama umat yang mendukung pendidikan Katolik kontekstual. Menggambarkan bahwa peran mahasiswa STPK dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan Katolik di Tanah Papua.

4. Mamfaat Penulisan.

Tulisan ini bisa membantu mahasiswa STPK menyadari bahwa mereka punya tanggung jawab bukan hanya belajar, tapi juga ikut membangun pendidikan yang lebih baik di Papua.. Artikel ini menunjukkan bahwa ajaran iman Katolik perlu disampaikan dengan cara yang sesuai dengan budaya setempat, agar lebih mudah diterima dan dipahami masyarakat. Tulisan ini bisa menjadi bahan refleksi untuk kampus agar terus memperkuat pembinaan mahasiswa supaya siap terjun ke masyarakat dan meningkatkan mutu pendidikan Katolik di Papua. 

             METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .

Penulisan artikel ini memakai metode deskriptif kualitatif, yaitu cara untuk menggambarkan dan menjelaskan sebuah kejadian atau kondisi secara detail berdasarkan data dan informasi yang tersedia. Dalam tulisan ini, penulis mencoba menjelaskan peran mahasiswa STPK St. Yohanes Rasul Jayapura dalam mengembangkan pendidikan Katolik yang sesuai dengan konteks Papua, Data dan informasi yang digunakan berasal dari studi literatur, pengamatan langsung di lingkungan kampus, serta refleksi pengalaman mahasiswa. Semua data tersebut dianalisis secara kualitatif agar bisa memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana mahasiswa ikut berperan dalam menghadapi tantangan pendidikan yang selaras dengan iman Katolik dan budaya setempat.

 2. Lokasi Dan Subjek Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Lingkungan kampus STPK St. Yohanes Rasul Jayapura. kepada mahasiswa aktif yang ikut dalam kegiatan belajar dan pelayanan yang menjadi fokus utama. dalam kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler. 

3. Sumber Data.

Data primer: hasil wawancara dan diskusi dengan mahasiswa STPK Data sekunder: dokumen, literatur, buku, artikel ilmiah, dan catatan refleksi yang terkait dengan pendidikan Katolik kontekstual dan budaya Papua. 

 4. Teknik Pengumpulan Data. 

a. Studi Literatur. 

Pendidkan Sebagai proses pembudayaan telah menjad perhatian banyak pemikir. Tillar (2002) menekankan bahwa dalam Era globalisasi pendidikan harus memperkuat identitas udaya agar msyarakat tidak kehilangan budaya lokalnya sementara itu, Freire (1970)vmemulai pendekatatan kritis menekankan pendidikan sebagai alat pembebasan dari ketertindasan structural. studi dari Soelaiman (2015) juga menyoroti pentimya pendidikan msyarakat dalam peningkatan kesadaran kritis dan partisipasi sosia. dengan demikian berbagai literatur menunjukan bahwa pendidikan bukan hanya mentranfer ilmu, tetapii juga membentuk kesadaran kurtural sosial. 

b. Observasi. 

Sebagai mahasiswa STPK St. Yohanes Rasul Jayapura, saya memiliki kesempatan untuk terlibat langsung dalam berbagai kegiatan yang mendukung pengembangan pendidikan Katolik yang kontekstual, khususnya di tanah Papua. Keterlibatan ini tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat dan kegiatan pastoral. Salah satu pengalaman penting adalah keterlibatan dalam pengabdian masyarakat di Lapas Abepura Jayapura, di mana kami hadir bukan hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pendamping rohani. Dalam kegiatan ini, saya belajar bahwa pendidikan yang sesungguhnya adalah ketika kita mampu membagikan harapan, nilai, dan kasih kepada orang-orang yang terluka dan terpinggirkan. Selain itu, saya juga aktif dalam kegiatan akademik yang mendukung pemahaman iman Katolik dan budaya lokal, seperti pentas seni yang diadakan dalam rangka Hari Ulang Tahun STPK. Dalam kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya tampil menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan iman melalui seni yang dipamerkan. dalam nilai-nilai budaya setempat Ini menunjukkan bahwa pendidikan Katolik harus menghargai kearifan lokal sebagai bagian dari pewartaan Injil. Tidak kalah penting, saya juga terlibat dalam Komunitas Basis Gereja (KBG) bersama umat Kombas. Dalam komunitas ini, saya rutin mengikuti renungan, doa bersama, ibadat sabda, dan devosi kepada Bunda Maria di bulan Mei dan Oktober. dan ikut terlibat dalam tanggungan koor dari mahasiswa STPK di paroki Kristus Terang Dunia Waena (KTDW). Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, saya semakin menyadari bahwa menjadi Mahasiswa Katolik berarti hidup dalam iman dan berbagi terang Kristus kepada sesama, bukan hanya lewat kata-kata, tetapi juga dalam tindakan nyata setiap hari. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, saya belajar bahwa mahasiswa STPK dipanggil bukan hanya untuk belajar teori, tetapi juga untuk menjadi pelaku nyata pendidikan Katolik yang menyatu dengan kehidupan, budaya, dan iman umat di masyarakat setempat. 

c. wawancara.

Penulis melakukan percakapan ringan dan tanya jawab dengan beberapa teman mahasiswa dan pembimbing kampus. Tujuannya untuk mendengarkan pengalaman mereka selama belajar di STPK dan bagaimana mereka melihat peran mereka dalam membangun pendidikan Katolik yang sesuai dengan kebutuhan orang Papua. 5. Teknik Analisis Data. Dalam tulisan ini, data dianalisis dengan cara membaca dan memahami semua informasi yang sudah dikumpulkan, lalu mengelompokkannya berdasarkan tema seperti kegiatan mahasiswa, nilai iman Katolik, budaya setempat, dan meningkatkan pendidkan mutuh di papua.

5. Langkah-langkah Analisis.

 Penulis menuliskan pengalaman sebagai mahasiswa STPK yang terlibat dalam berbagai kegiatan, seperti pengabdian sosial, doa bersama, devosi, seni budaya, serta pelayanan di Paroki Kristus Terang Dunia Waena (KTDW) ketika mendapat tanggung jawab tertentu dari pihak paroki. Penulis merenungkan apa arti kegiatan tersebut bagi iman, pendidikan, dan budaya, serta bagaimana kegiatan itu membantu mahasiswa membentuk karakter dan keterampilan untuk menjadi pendidik Katolik yang peka terhadap konteks Papua. Penulis menganalisis apakah kegiatan itu mencerminkan pendidikan Katolik yang menyatu dengan kehidupan masyarakat Papua. 

6. Hasil Analisis. 

Kegiatan pengabdian di Lapas Abepura menunjukkan bahwa mahasiswa belajar menjadi pendamping rohani dan pembawa harapan bagi sesama yang terpinggirkan. Ini adalah bentuk nyata pendidikan Katolik yang hidup dan membebaskan. Doa dan devosi bersama umat di KBG serta ikut tanggun koor paroki memperlihatkan bahwa mahasiswa mengalami langsung kehidupan umat dan belajar menghayati iman bersama masyarakat. Hal ini membantu mereka menjadi pendidik yang rendah hati dan dekat dengan umat. Kegiatan seni budaya di kampus menunjukkan bahwa mahasiswa menggunakan budaya lokal sebagai sarana pewartaan iman, sehingga pendidikan menjadi lebih dekat, menyentuh, dan relevan dengan kehidupan masyarakat Papua.

7. Hubungan dengan Tujuan Penelitian.

Berdasarkan pengamatan langsung, pengalaman pribadi, dan refleksi selama menjalani proses pendidikan di STPK St. Yohanes Rasul Jayapura, penulis menemukan bahwa mahasiswa STPK memang dibentuk bukan hanya sebagai pelajar teori, tetapi juga sebagai pelayan umat dan pembawa nilai-nilai pendidikan Katolik yang menyatu dengan budaya Papua. 

          HASIL DAN PEMBAHASAN.

1. Siapakha Mahasiswa STPK? 

Mahasiswa STPK St. Yohanes Rasul Jayapura adalah anak-anak muda Papua dan daerah lain yang sedang dibina dan dipersiapkan untuk menjadi guru agama Katolik dan pelayan umat di berbagai tempat, terutama di Tanah Papua. Mereka tidak hanya belajar tentang ajaran Gereja dan ilmu pendidikan di ruang kelas, tetapi juga diajak untuk hidup dalam semangat pelayanan, cinta kasih, dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Mahasiswa STPK bukan hanya calon guru yang ditugaskan untuk mengajar, tetapi juga dipersiapkan menjadi teladan iman dan pembawa terang Kristus di tengah umat. Oleh karena itu, mereka dididik supaya mampu melihat dan memahami kondisi masyarakat, terutama yang hidup dalam kesulitan dan ketidakadilan.
Di STPK, mahasiswa belajar untuk menggabungkan ilmu pengetahuan, nilai-nilai iman Katolik, dan budaya lokal Papua. Ini penting karena pendidikan yang mereka terima harus sesuai dengan kebutuhan dan kenyataan hidup masyarakat Papua yang unik. Mahasiswa diajak untuk tidak hanya menghafal teori, tetapi benar-benar menghidupi ajaran iman dalam tindakan nyata, seperti terlibat dalam doa bersama, pelayanan sosial, kegiatan budaya, dan pendampingan rohani. Jadi, mahasiswa STPK itu adalah pribadi yang sedang dibentuk menjadi pendidik yang beriman, berkarakter, dan peduli terhadap sesama, agar suatu saat nanti mereka dapat menjadi pemimpin yang melayani, bukan yang mencari kekuasaan, dan bisa menjadi jembatan antara ajaran Gereja dan kehidupan nyata umat di Papua.

 2. Kegiatan Pengabdian Mahasiswa di Lapas Abepura. 

Salah satu bentuk nyata keterlibatan Mahasiswa STPK St. Yohanes Rasul Jayapura dalam membangun pendidikan Katolik yang kontekstual dapat dilihat melalui kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler misalnaya pengabdian masyarakat di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura. Kegiatan ini merupakan bagian dari program kampus yang mengajak mahasiswa untuk tidak hanya belajar di ruansg kelas, tetapi juga turun langsung melayani dan menghadirkan nilai-nilai iman Katolik di tengah masyarakat. Dalam kegiatan ini, mahasiswa yang didampingi langsung dari pihak lembaga STPK untuk melaksanakan ibadat sabda bersama para warga binaan, membawakan renungan, lagu, dan doa bersama. Momen ini tidak hanya memberikan penghiburan rohani bagi para tahanan, tetapi juga menjadi media pembelajaran iman dan kemanusiaan bagi para mahasiswa. Pengalaman ini memperlihatkan bahwa pendidikan Katolik sejati adalah pendidikan yang menyentuh kehidupan nyata, termasuk kepada mereka yang terpinggirkan. Dari sisi pembelajaran, kegiatan ini mencerminkan pendidikan yang membebaskan, sebagaimana ditegaskan oleh Paulo Freire (1970), bahwa pendidikan harus mampu membangkitkan kesadaran dan menghadirkan harapan bagi mereka yang terjebak dalam ketertindasan sosial. Selain itu, kegiatan ini memperlihatkan bahwa identitas Katolik yang ditanamkan di STPK bukan sekadar doktrin, melainkan juga praktik nyata yang menjunjung martabat manusia. 3 Dalam konteks Hari Pendidikan Nasional, kegiatan pengabdian ini mencerminkan bahwa pendidikan di tanah Papua perlu disesuaikan dengan kebutuhan lokal dan realitas sosial yang ada. Pendidikan Katolik di STPK tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga pembentukan hati, solidaritas, dan kepekaan sosial. Mahasiswa dipanggil untuk menjadi pelayan yang peka terhadap sesama, dan membawa terang iman dalam berbagai situasi hidup Dengan demikian, pengabdian mahasiswa di Lapas menjadi salah satu contoh konkret bagaimana pendidikan Katolik yang kontekstual dapat dihidupi. Hal ini sejalan dengan visi STPK sebagai lembaga pendidikan yang membentuk guru dan pelayan iman yang berakar pada budaya Papua serta setia pada ajaran Gereja. Keterlibatan dalam Komunitas Basis Gereja (KBG) dan Devosi. Selain ikut dalam kegiatan pengabdian di Lapas Abepura, saya dan teman-teman mahasiswa juga ikut terlibat dalam kehidupan umat di lingkungan tempat tinggal, khususnya melalui doa dan devosi kepada Bunda Maria. Kegiatan ini biasanya dilakukan di bulan Mei dan Oktober Dalam KBG ini, kami sebagian mahasiswa bersama umat sering mengadakan Doa Rosario, membaca Kitab Suci, merenung bersama, dan berdoa untuk berbagai kebutuhan. Kegiatan ini sangat membantu kami untuk memperdalam iman dan belajar hidup bersama umat dari berbagai latar belakang budaya. Sebagai Mahasiswa STPK, saya merasa kegiatan ini sangat bermanfaat. Saya tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga mengalami langsung bagaimana iman Katolik dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini juga menjadi contoh nyata dari pendidikan agama Katolik yang sesuai dengan budaya lokal, karena doa dan renungan sering disampaikan dengan cara yang dekat dengan kebiasaan orang Papua. Melalui pengalaman ini, saya sadar bahwa pendidikan yang baik bukan hanya soal nilai akademik, tetapi juga soal menjadi pribadi yang peduli, rendah hati, dan siap melayani sesama. Inilah yang saya pelajari dari keterlibatan di KBG dan pengabdian sosial lainnya sebagai mahasiswa STPK.

 3. Keterlibatan dalam Pelayanan Kor dan kunjungan kasih.

Selain itu, saya bersama teman-teman Mahasiswa STPK juga turut ambil bagian dalam kegiatan tanggungan koor mahasiswa di Paroki Kristus Terang Dunia Waena (KTDW). Kegiatan ini merupakan wujud keterlibatan langsung mahasiswa dalam liturgi Gereja setempat, di mana kami melayani umat melalui nyanyian dan pujian dalam perayaan Ekaristi. Tak hanya itu, kami juga terlibat dalam kunjungan kasih ke Panti Asuhan di Hawai Sentani, sebagai bentuk kepedulian sosial dan pewartaan kasih Kristiani kepada anak-anak yang membutuhkan. Melalui kegiatan ini, kami belajar untuk menghadirkan nilai-nilai Injil dalam bentuk perhatian nyata terhadap sesama yang kurang beruntung.

4. Seminar Awal Tahun Akademik.

Kami juga aktif mengikuti seminar akademik yang biasanya diadakan pada awal Tahun ajaran di kampus STPK. Dalam seminar ini, Mahasiswa diberi kesempatan untuk ikut berdiskusi dan mendengarkan pemaparan dari dosen atau narasumber tentang berbagai hal penting, seperti ajaran iman Katolik (teologi), cara melayani umat (pastoral), dan bagaimana pendidikan bisa disesuaikan dengan kehidupan nyata orang Papua (pendidikan kontekstual). Lewat seminar ini, wawasan atau pengetahuan kami menjadi lebih luas. Kami tidak hanya belajar dari buku, tapi juga dari pengalaman orang lain dan berdiskusi langsung. Selain itu, seminar ini juga membantu kami semakin sadar bahwa sebagai mahasiswa STPK, kami dipanggil bukan hanya untuk belajar, tetapi juga untuk berpikir kritis dan bertindak nyata demi perubahan yang baik dalam masyarakat Papua. Dengan kata lain, seminar ini membantu membentuk cara berpikir dan hati kami agar bisa menjadi orang yang tidak hanya pintar secara ilmu, tapi juga bijak secara iman, dan siap terlibat membangun Papua lewat pendidikan dan pelayanan yang penuh
 kasih.

 PENUTUP.

 a. Kesimpulan.
 
Tulisan ini menjelaskan bahwa mahasiswa STPK St. Yohanes Rasul Jayapura tidak hanya belajar teori, tapi juga dibentuk supaya bisa menjalani dan menerapkan ajaran iman Katolik dalam kehidupan nyata, terutama di Papua. Mereka belajar menjadi guru dan pelayan umat yang memahami budaya lokal dan kebutuhan masyarakat. Melalui kegiatan seperti pengabdian di penjara, doa bersama umat, ikut koor di gereja, mempertahankan budaya, dan kegiatan seminar kampus, mahasiswa belajar hidup dalam iman dan melayani sesama dengan kasih. untuk belajar langsung dari pengalaman, bukan hanya dari buku. Penelitian ini menggunakan cara kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan berdasarkan pengamatan, wawancara, dan pengalaman. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa STPK punya peran besar dalam memperbaiki pendidikan Katolik di Papua dengan cara yang lebih menyentuh hati dan sesuai dengan budaya orang Papua. Dengan begitu, mahasiswa STPK sedang dipersiapkan menjadi orang yang bisa membawa terang iman Katolik dan membantu masyarakat lewat pendidikan yang penuh kasih dan menghargai budaya. 

 b. Saran. 

Mahasiswa diharapkan semakin aktif mengikuti berbagai kegiatan pelayanan, seni budaya, dan pengabdian masyarakat. Hal ini akan membantu mereka membentuk diri sebagai pendidik dan pelayan iman yang peka terhadap kehidupan dan budaya orang Papua. STPK perlu terus mendukung pembinaan mahasiswa secara utuh, baik dalam aspek akademik, spiritual, maupun sosial-budaya. Kampus juga bisa memperbanyak program praktik lapangan agar mahasiswa lebih siap menghadapi dunia nyata pelayanan. Gereja dan umat Katolik di Papua diharapkan membuka ruang keterlibatan lebih luas bagi mahasiswa STPK dalam kegiatan pastoral dan sosial, agar mereka bisa belajar langsung dari kehidupan umat. Pemerintah dan instansi pendidikan diharapkan bekerja sama dengan STPK untuk mendukung pendidikan kontekstual, terutama yang melihat masyarakat pedalaman Papua, dengan menghargai budaya lokal dan memperkuat nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. 

Refrensi.

Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Herder and Herder.

 Tilaar, H. A. R. (2002). Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani

 Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.

Soelaiman, M. (2015). Pendidikan Masyarakat dan Pemberdayaan Sosial.

Jakarta: Rajawali Pers. Keuskupan Jayapura & Yayasan Lumen Fidei Papua. (2007). Profil STPK St. Yohanes Rasul Jayapura. Jayapura: STPK. 

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. 

Kementerian Agama Republik Indonesia  Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik. (n.d.). Panduan Pastoral Pendidikan Katolik. Jakarta. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama